A.           RTRW Provinsi

 Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Aceh yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh Tahun 2010-2030 mempertimbangkan karakter wilayah Aceh menurut kekhasan, potensi, permasalahan, harapan ke depan, maka dirumuskan tujuan penataan ruang Aceh adalah: mewujudkan tata ruang wilayah Aceh yang Islami dan maju, produktif, adil dan merata, serta berkelanjutan . Maksud dari tujuan tersebut :

 

1.        Rencana Struktur Ruang Wilayah

Kebijakan pengembangan struktur ruang wilayah Aceh meliputi:

  1. Peningkatan fungsi-fungsi pelayanan pada pusat-pusat kegiatan dalam wilayah Aceh sesuai dengan hierarki dan fungsi yang ditetapkan;
  2. Peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah Aceh yang merata dan berhierarki;
  3. Peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Aceh, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional;
  4. Peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah Aceh.

Berdasarkan kebijakan pengembangan struktur ruang wilayah Aceh ke depan, selanjutnya ditetapkan strategi pengembangan struktur ruang wilayah Aceh seperti dikemukakan berikut ini.

a)      Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan fungsi-fungsi pelayanan pada pusat-pusat kegiatan dalam wilayah Aceh sesuai dengan hierarki dan fungsi yang ditetapkan  meliputi:

 

b)     Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah Aceh yang merata dan berhierarki meliputi:

c)      Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Aceh, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional meliputi:

 

d)     Strategi pengembangan struktur ruang berupa peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah Aceh meliputi:

 

(a)    Sistem Perkotaan/Pusat Pelayanan

Sistem perkotaan secara nasional terdiri atas PKN (Pusat Kegiatan Nasional), PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), dan PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Penetapan PKN dan PKW merupakan kewenangan pemerintah, dan telah ditetapkan dalam RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional). Selain ketiga pusat tersebut, dalam sistem perkotaan nasional dikembangkan dan ditetapkan pula PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional). Sementara PKL ditetapkan dalam RTRW Provinsi, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) No.26/2008 tentang RTRWN.

Ketentuan umum dari masing-masing pusat tersebut adalah sebagai berikut:

 

Dalam PP No.26/2008 tentang RTRWN, yaitu pada Lampiran II, telah ditetapkan sistem perkotaan nasional yang terletak di Aceh, yaitu masing-masing adalah:

Dalam kajian atau analisis mengenai sistem pusat pelayanan di wilayah Aceh dihasilkan kesimpulan yang akan menjadi acuan dalam perumusan rencana struktur ruang, yaitu: pusat pelayanan di bawah hierarki PKL, dan prediksi atau harapan terhadap pusat pelayanan pada tingkat PKN, PKW, dan PKL.

 Tabel Sistem Perkotaan/ Pusat Pelayanan

FUNGSI/HIRARKI

PUSAT

I

PKN (Pusat Kegiatan Nasional)

Lhokseumawe

PKNp (PKN Promosi)

Banda Aceh

II

PKSN (Pusat kegiatan Strategis Nasional)

Sabang

III

PKSN (Pusat Kegiatan Wilayah)

Sabang, Langsa, Takengon, Meulaboh

PKWp(PKW Promosi)

Subulussalam, Blangpidie

IV

PKL (Pusat Kegiatan Lokal)

Jantho, Sigli, Meureude, Bireudenm Lhok Sukon, Idi Rayeuk, KA Simpang-KR Baru, Simpang tiga Redelong, Blangkejeren, Kutacane, Calang, Jeuram-Suka Makmue, Tapaktuan, Singkil, Sinabang

Sumber : RTRW Aceh 2010-2030

 

(b)   Jaringan Prasarana

Jaringan Prasarana Jalan Raya

I.        Jalan Arteri Primer (JAP)

Jalan Arteri Primer di wilayah Aceh dapat dibedakan atas 5 kelompok:

  1. Jalan Bebas Hambatan (Highway)
  2. Jalan Lintas Timur
  3. Jalan Lintas Barat
  4. Jalan Lintas Tengah
  5. Jalan Arteri Primer Lainnya

 

II.     Jalan Kolektor Primer (JKP)

Semua Jalan Kolektor Primer tersebut di atas berstatus sebagai Jalan Provinsi. Jalan Kolektor Primer di wilayah Aceh tediri atas ruans-ruas jalan sebagai berikut:

  1. Bireuen – Takengon
  2. Simpang Peut – Jeuram – Genting Gerbang
  3. Singkil – Lipat Kajang
  4. Peureulak – Lokop – Blangkejeren
  5. Beureunuen – Keumala
  6. Meulaboh – Tutut – Geumpang
  7. Jantho – Lamno
  8. Takengon – Bintang – Kebayakan
  9. Krueng Geukueh – Simpang Kebayakan
  10. Gelombang – Sp.Lawe Deski
  11. Keliling Pulau Weh Sabang
  12. Sinabang – Lasikin

 

III.   Jalan Lokal Primer (JKP)

Jalan Lokal Primer di wilayah Aceh yang ditetapkan dalam RTRW Aceh tediri atas ruas-ruas jalan sebagai berikut:

  1. Blang Bintang – Krueng Raya
  2. Krueng Raya – Laweung – Tibang
  3. Ulee Lheue – Simpang Rima
  4. Banda Aceh (Sp.Tiga) – Mata Ie
  5. Jantho – Alue Glong
  6. Sp. Teritit – Samarkilang – Peunaron
  7. Geudong – Makam Malikussaleh – Mancang
  8. Lhok Sukon – Cot Girek
  9. Bintang – Simpang Kraft
  10. Isaq – Jagongjeget – Glelungi
  11. Blangkejeren – Babah Rot
  12. Kuala Tuha – Lamie
  13. G.Kapur – Trumon – Pulo Paya
  14. Subulussalam – Rundeng – Kr. Luas
  15. Sinabang – Sibigo
  16. Lasikin – Inor – Nasreuhe
  17. Sibigo – Nasreuhe

Semua Jalan Lokal Primer di atas adalah berstatus sebagai Jalan Provinsi. Selain Jalan Lokal Primer di atas, dalam RTRW Kabupaten/Kota masih mungkin ditetapkan Jalan Lokal Primer sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

 

Jaringan Jalur Kereta Api

Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api di wilayah Aceh mengacu kepada RTRWN, yang menetapkan untuk wilayah Aceh ada 2 jaringan yang masing-masing terletak di pesisir timur dan pesisir barat, yaitu:

1.    Revitalisasi jaringan jalur kereta api di pesisir timur, yang menghubungkan Banda Aceh ke Besitang di Provinsi Sumatera Utara, yaitu dengan menghidupkan kembali jaringan jalur kereta api yang pernah ada pada pesisir timur tersebut.

2.    Pengembangan jaringan jalur kereta api baru di pesisir barat, yang menghubungkan Banda Aceh ke Sibolga di Provinsi Sumatera Utara.

 

Prasarana Angkutan Di Perairan (Pelabuhan)

Untuk masing-masing pelabuhan yang ditetapkan tersebut diberikan penjelasan sebagai berikut ini.

1.       Pelabuhan Sabang ditetapkan dalam rencana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan laut luar negeri (internasional), sehingga dikenal juga sebagai Pelabuhan Internasional. Pengembangan pelabuhan utama Sabang ini sangat terkait dengan rencana pengembangan pelabuhan bebas Sabang dan kawasan perdagangan bebas Sabang. Dalam RTRWN dan RTRWA Sabang ditetapkan dengan hierarki sebagai PKSN/PKW Sabang, dengan demikian maka Pelabuhan Sabang ini merupakan prasarana pendukung terkait dengan fungsi PKSN/PKW Sabang. Bila dihubungkan dengan kondisi dan kapasitas pelabuhan Sabang yang ada dewasa ini, maka rencana untuk Pelabuhan Sabang sebagai Pelabuhan Utama dengan pelayanan luar negeri (internasional) merupakan pengembangan yang sangat signifikan yang disertai dengan ”investasi” yang besar sebagai peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini..

2.       Pelabuhan Balohan di Kota Sabang ditetapkan dalam rencana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan penyeberangan luar negeri (internasional) dan dalam negeri dalam provinsi. Angkutan penyeberangan internasional direncanakan untuk rute atau lintasan penyeberangan Balohan – Phuket (Thailand), baik untuk pelayanan umum maupun mendukung kegiatan pariwisata. Angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi adalah pada rute atau lintasan Balohan – Ulee Lheue (Banda Aceh) yang merupakan lintasan strategis nasional dan dikenal dengan lintasan Sabuk Utara Nasional. Lintasan ini akan menghubungkan PKW/PKSN Sabang dengan PKNp Banda Aceh secara langsung.

 

Prasarana Angkutan Udara

Masing-masing bandar udara dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

  1. Bandara Sultan Iskandar Muda, mendukung PKNp Banda Aceh, yang akan melayani penerbangan internasional, dan merupakan bandara pengumpul dari beberapa bandara lainnya di Aceh dan provinsi lainnya. Bandara Sultan Iskandar Muda ini terletak di Kabupaten Aceh Besar (Kecamatan Blang Bintang). Pengembangan bandara ini sejalan dengan rencana mengembangkan core region “Banda Aceh-Sabang-Aceh Besar” sebagai pintu gerbang Indonesia di bagian barat. Secara khusus bandara Sultan Iskandar Muda ini merupakan bandara embarkasi haji Indonesia yang terletak paling barat dan paling dekat ke arah Jeddah dan Madinah di Kerajaan Arab Saudi. Selain itu Bandara Sultan Iskandar Muda ini juga berperan sebagai Pangkalan Udara. Rencana untuk Bandara Sultan Iskandar Muda adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sebagai pendukung PKNp Banda Aceh..
  2. Bandara Malikussaleh, mendukung PKN Lhokseumawe, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Malikussaleh ini terletak di Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Muara Batu). Rencana untuk Bandara Malikussaleh adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan perannya sebagai pendukung PKN Lhokseumawe.
  3. Bandara Cut Nyak Dhien, mendukung PKW Meulaboh, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Cut Nyak Dhien ini terletak di Kabupaten Nagan Raya, sehingga mendukung juga PKL Jeuram-Suka Makmue. Rencana untuk Bandara Cut Nyak Djieh adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan perannya sebagai pendukung PKW Meulaboh.
  4. Bandara Maimun Saleh, mendukung PKW dan PKSN Sabang, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Maimun Saleh jiga berperan sebagai Pangkalan Udara, yang terutama terkait dengan penetapannya sebagai PKSN. Rencana untuk Bandara Maimun Saleh adalah pemantapan dan peningkatan pelayanan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan peranya sebagai pendukung PKW dan PKSN Sabang.
  5. Bandara Rembele, mendukung PKW Takengon, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Rembele ini terletak di Kabupaten Bener Meriah, sehingga mendukung juga PKL Simpang Tiga Redelong. Rencana untuk Bandara Rembele adalah pemantapan dan peningkatan pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan perannya sebagai pendukung PKW Takengon.
  6. Bandara Lasikin, mendukung PKL Sinabang, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Lasikin ini mempunyai arti penting dalam konteks keterkaitan antar bagian wilayah di Aceh (bersama-sama dengan pelabuhan penyeberangan) sehubungan dengan terpisahnya daratan Pulau Simeulue dengan daratan utama (mainland) Pulau Sumatera. Rencana untuk Bandara Lasikin adalah pemantapan dari pelayanan yang ada dewasa ini.
  7. Bandara Teuku Cut Ali, mendukung PKL Tapaktuan, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Rencana untuk Bandara Teuku Cut Ali adalah pemantapan dari pelayanan yang ada dewasa ini.
  8. Bandara Kuala Batu, mendukung PKWp Blangpidie, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Rencana untuk Bandara Kuala Batu ini adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan perannya sebagai pendukung PKWp Blangpidie.
  9. Bandara Alas Leuser, mendukung PKL Kutacane, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Rencana untuk Bandara Alas Leuser adalah pemantapan dari pelayanan yang ada dewasa ini.
  10. Bandara Hamzah Fansyuri, mendukung PKL Singkil, yang akan melayani penerbangan domestik, dan merupakan bandara pengumpan. Bandara Hamzah Fansyuri ini juga akan mendukung pelayanan PKWp Subulussalam. Rencana untuk Bandara Hamzah Fansyusi adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, sehubungan dengan perannya sebagai pendukung PKL Singkil dan terutama PKWp Subulussalam.
  11. Bandara “Point A”, yang merupakan bandara khusus untuk perusahaan penambangan migas, yang berdekatan dengan PKL Lhok Sukon, yang akan melayani kepentingan perusahaan yang bersangkutan, dengan pelayanan domestik dan merupakan bandara pengumpan.

 

(c)    Prasarana Energi

Pengembangan sistem prasarana energi listrik di Aceh terutama dengan sistem interkoneksi Sumatera Bagian Utara yang didukung dengan sistem setempat (isolated) pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau sistem interkoneksi. Dengan pengembangan demikian ini diharapkan dapat dilayani kebutuhan energi listrik sampai ke perdesaan di Aceh.

Dalam konteks sistem interkoneksi tersebut di Aceh dikembangkan pembangkit tenaga listrik yang meliputi:

  1. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), yang potensial dikembangkan di pesisir barat;
  2. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), yang potensial dikembangkan di pesisir timur dan Banda Aceh dan sekitarnya;
  3. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), yang potensial dikembangkan di Sabang dan Aceh Besar; dan

PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), yang potensial dikembangkan di DAS Peusangan, Bendungan Jambo Aye di Aceh Utara, dan Waduk Tampur di Aceh Tamiang.

 

(d)   Prasarana Telekomunikasi

Pengembangan prasarana telekomunikasi terdiri atas pengembangan sistem jaringan kabel telekomunikasi/telepon dan pengembangan sistem telepon seluler atau mobile phone (telepon bergerak).

Sejalan dengan pengembangan secara nasional, maka pengembangan sistem jaringan kabel telekomunikasi/telepon mencapai minimal ibukota kabupaten/kota dan sebagian besar ibukota kecamatan. Sementara pengembangan prasarana telekomunikasi adalah melalui pengembangan jaringan telepon seluler, dengan pengembangan menara BTS (Base Transciever Station), yang selain akan melayani kawasan perkotan juga akan menjangkau kawasan perdesaan.

Untuk mewujudkan pengembangan Aceh Cyber Province dibangun sistem telekomunikasi tanpa kabel (wireless) yang akan saling menghubungkan dengan 23 kabupaten/kota di Aceh. Pengembangan tersebut meliputi pengembangan:

(1) menara melalui SID-SITAC,

(2) sistem komunikasi dengan dasar BWA (Broadband Wireless Access),

(3) VSAT (Very Small Aperture Terminal) di 23 kabupaten/kota.

 

(e)    Prasarana Permukiman Lintas Kabupaten/Kota

Prasarana permukiman perkotaan lintas kabupaten/kota perlu diidentifikasi sehubungan dengan adanya peranan/fungsi Pemerintah Aceh untuk mengkoordinasikan pengembangan prasarana permukiman lintas kabupaten/kota.

Perkembangan kawasan perkotaan yang akan berkarakter lintas kabupaten/kota tersebut adalah:

-      PKNp Banda Aceh (lintas Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar); dan

-      PKN Lhokseumawe (lintas Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara).

Prasarana permukiman perkotaan yang dimaksud dalam hal ini adalah meliputi:

a.       prasarana jaringan air bersih perpipaan,

b.       prasarana pengolahan sampah.

Prasarana jaringan air bersih perpipaan ini meliputi sejak dari sumber air baku, transmisi ke pengolahan, pengolahan (Instalasi Pengolahan Air Bersih/IPAB), dan distribusi hingga ke konsumen air bersih. Jaringan prasarana demikian ini pada kedua kawasan perkotaan di atas akan berkarakter lintas kabupaten/kota.

 

2.        Rencana Pola Ruang Wilayah

Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah Aceh akan meliputi kebijakan pengembangan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

A.     Kawasan Lindung

Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi:

  1. peningkatan kualitas kawasan lindung yang telah ditetapkan menurun fungsi perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada;
  2. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup;
  3. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

 

Strategi pengembangan kawasan lindung meliputi:

a.  Strategi pengembangan kawasan lindung berupa peningkatan kualitas kawasan lindung yang telah ditetapkan menurun menurut fungsi perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada  meliputi:

b.Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup meliputi:

c.Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:

 

B.     Kawasan Budidaya

Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi:

  1. peningkatan produktivitas kawasan budidaya;
  2. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya;
  3. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Strategi pengembangan kawasan budidaya meliputi:

a)      Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa peningkatan produktivitas kawasan budidaya meliputi:

b)     Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya meliputi:

c)      Strategi pengembangan kawasan budidaya berupa pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi:

 

B.           RPJMD Provinsi

Visi pembangunan Aceh tahun 2012-2017 adalah kondisi Aceh yang diharapkan menjadi Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, dan Mandiri Berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsinki.

Adapun makna yang terkandung dari visi pembangunan Aceh 2012-2017 :

Bermartabat  kondisi masyarakat Aceh yang dicirikan dengan ketahanan dan daya juang yang tinggi, cerdas, taat aturan, kooperatif dan inovatif yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia berlandaskan penerapan syariat Islam yang kaffah Perwujudannya antara lain melalui penuntasan peraturan-peraturan hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh yang islami dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Sejahtera adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan berdaya saing, pengoptimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan geopolitik Aceh, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Aceh.

Mandiri adalah Aceh mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efesiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.

Berlandaskan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki adalah mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan Aceh yang efektif dan efesien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang tersebut guna tercapaianya masyarakat Aceh yang mandiri, makmur dan sejahtera dalam bingkai NKRI.

Visi pembangunan ini kemudian dijabarkan ke dalam 5 (lima) misi yang akan memayungi arah kebijakan dan program pembangunan daerah, yaitu sebagai berikut:

  1. Memperbaiki tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui Implementasi dan penyelesaian peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) untuk menjaga perdamaian yang abadi.
  2. Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Nilai-Nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat
  3. Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia
  4. Melaksanakan pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan
  5. Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA

Dari keempat misi di atas, misi 3 dan 5 ditujukan dalam upaya peningkatan  perekonomian di Provinsi Aceh. Adapun strategi dan kebijakan pembangunan daerah untuk mencapai misi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Tabel  Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah

Tujuan

Sasaran

Strategi

Kebijakan

Visi : Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, dan Mandiri Berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsinki

Misi III : Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia

Mewujudkan struktur ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia yang handal.

1.        Meningkatnya struktur perekonomian yang mantap berlandaskan keunggulan kompetitif wilayah pada sektor pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata.

2.        Meningkatnya sentra-sentra agribisnis dalam penyediaan produk-produk pertanian yang cukup, bermutu dan aman konsumsi.

3.        Meningkatnya pengembangan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan sesuai dengan sumberdaya alam dan agro ekosistem wilayah.

1.       Pengembangan agroindustri dan kepariwisataan berdasarkan potensi wilayah.

Meningkatkan produksi dan nilai tambah produk pertanian, mengembangkan agro industri, perdagangan dan pariwisata.

4.        Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas dari 5,89 persen menjadi 7,3-8 persen (ADHK).

5.        Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah terpencil dan pesisir.

6.        Meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) dari 900 milyar menjadi 1,5 Triliun.

7.        Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat non migas (ADHK) dari 6,7 juta menjadi 8,5 juta.

2.       Peningkatan pertumbuhan ekonomi Aceh, PAD dan pendapatan perkapita masyarakat.

Mendorong berkembangnya investasi swasta dan BUMA serta menyelesaikan infrastruktur pendukung ekonomi untuk daerah terpencil dan pesisir.

8.        Menurunnya angka pengangguran terbuka Aceh dari 7,43 persen menjadi 5 persen;

9.        Menurunnya angka kemiskinan Aceh dari 19,57 persen menjadi 9,50 persen.`

3.       Pengembangan dan peningkatan keahlian tenaga kerja lokal yang kompetitif untuk menurunkan angka pengangguran terbuka dan kemiskinan.

Menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta meningkatkan kualitas tenaga kerja.

10.     Meningkatnya profesionalisme Badan Usaha Milik Aceh (BUMA).

4.       Peningkatan kualitas SDM yang mendukung profesionalisme peran Badan Usaha Milik Pemerintah Aceh (BUMA) untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Aceh.

Mendorong pengembangan sektor usaha produktif dan penyertaan modal serta meningkatkan profesionalisme pengelolaan BUMA.

11.     Meningkatnya investasi asing dari USD 2,3 M menjadi USD 10 M.

12.     Meningkatnya investasi dalam negeri dari Rp 6,3 T menjadi Rp 30 T.

13.     Meningkatnya peran dan fungsi lembaga otoritas investasi dalam mengembangkan usaha penjamin hasil produksi pertanian dan perikanan.

5.       Peningkatan pertumbuhan investasi asing dan dalam negeri serta peran lembaga otoritas investasi.

Meningkatkan promosi investasi dan memberi kemudahan investasi serta meningkatkan peran lembaga otoritas investasi.

14.     Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian ekonomi masyarakat lokal.

6.       Pemberdayaan ekonomi lokal masyarakat dengan penyediaan fasilitas usaha mikro dan menengah.

Menyediakan akses modal dan pasar bagi usaha mikro dan menengah.

15.     Tercapainya tujuan pembangunan milenium (MDGs) bidang pendidikan pada tahun 2015.

7.       Pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) bidang pendidikan pada tahun 2015.

Meningkatkan kualitas dan distribusi guru, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas secara proporsional serta menerapkan bebas biaya pendidikan wajib belajar 12 tahun

16.     Meningkatnya kualitas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan dayah, pendidikan vokasional dan pendidikan tinggi dalam memenuhi kebutuhan ketenagakerjaan.

8.       Peningkatan kualitas pendidikan berbasis keahlian dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas.

17.     Tercapainya tujuan pembangunan milenium (MDGs) bidang kesehatan pada tahun 2015.

18.     Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan sumberdaya kesehatan dengan menjaga keseimbangan antar wilayah.

19.     Meningkatnya penyediaan pelayanan medik spesialistik dan kesehatan jiwa serta tersedianya obat esensial di sarana pelayanan dasar dan rujukan.

20.     Terjaminnya pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin Aceh dengan jaminan kesehatan berbasis asuransi sosial atau Jaminan Kesehatan Masyarakat Aceh (JKMA).

9.       Pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) bidang Kesehatan pada tahun 2015

10.    Peningkatan pelayanan kesehatan yang profesional dan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga medis dan paramedis yang didukung sarana prasarana kesehatan yang sesuai standar.

21.     Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular.

11.    Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular.

Melakukan pencegahan (preventif ) dan pengobatan (kuratif) terhadap penyakit menular dan tidak menular serta sosialisasi PHBS yang didukung tenaga penyuluh kesehatan yang memadai dan berkualitas.

Visi V : Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA

Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA

1.        Meningkatnya ketahanan dan kemandirian pangan Aceh.

2.        Menurunnya jumlah daerah rawan pangan (kecamatan) dari 52,99 persen menjadi 20 persen.

3.        Meningkatnya produktivitas dan nilai tambah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan

1.        Peningkatan produksi, produktivitas dan kontinyuitas produk pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan unggulan untuk mendukung ketahanan pangan dan nilai tambah produk berbasis pangsa pasar.

Meningkatkan produksi, produktifitas, distribusi pangan serta pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian.

4.        Meningkatnya luasan areal pertanian yang baru.

2.        Peningkatan pendapatan masyarakat melalui intensifikasi dan ekstensifikasi  areal pertanian.

Mengidentifikasi dan memanfaatkan lahan terlantar untuk mengembangkan kawasan pertanian berbasis komoditi unggulan daerah.

5.        Terciptanya pusat pertumbuhan ekonomi (growth pole and growth center) sebagai daya saing wilayah.

3.        Pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi sebagai daya saing wilayah.

Menyediakan sarana dan prasarana pendukung dan kelembagaan serta SDM profesional untuk pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi.

6.        Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan kesadaran masyarakat dalam pelestarian lingkungan.

4.        Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bencana dan kelestarian lingkungan.

Melaksanakan pelatihan dan sosialisasi tentang kelestarian lingkungan.

7.        Meningkatnya produk unggulan lokal yang kreatif, inovatif, serta memiliki nilai kekhasan.

5.        Peningkatan produk unggulan lokal masyarakat yang dapat bersaing di pasar lokal dan internasional.

Meningkatkan keterampilan pelaku ekonomi masyarakat dan dukungan terhadap permodalan serta akses pasar.

8.        Meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dan tidak terbarukan yang berkelanjutan;

9.        Meningkatnya eksplorasi sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan.

6.        Pemanfaatan sumberdaya energi terbarukan dan tidak terbarukan secara optimal dan berkelanjutan.

Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan secara lestari.

Sumber: RPJMD Aceh 2012-2017



[1]Sumber : Ranperda RTRW Provinsi Aceh Tahun 2010-2030